TONG SAMPAH

Tong Sampah



Daflan berkali-kali aku di binasakan oleh orang. Mengangapku seperti tong sampah. Aku menjadi berfikir atas kebaikan dan kelapanganku menerima orang, memang aku sangatlah mudah menerima orang, selalu ku tanamkan energi positif kepada semua orang. Ternyata tidak, aku salah banyak yang menolak energi positifku. Mereka hanya memberi energi negatif, seperti tong sampah selalu menampung apalah tak keberdayaannya. Lalu setelah itu aku di buang dan di kosongkan dari sampah2 itu yg mewarnai ruangku.

Daflan sempat aku amarah ketika sosok-sosok itu mencibirku bahkan tidak sedikit orang, ingin sekali aku mengklarifikasi dengan perkataanku. Tapi apalah daya perkataan tidaklah membuktikan baik dan bagaimananya aku, aku memilih diam Daflan. Karena ku tau semakin aku berkicau maka terkesan aku membela atas diriku dan semakin aku membela diri semakin aku membenarkan cibiran itu.

Sebenarnya aku tak tau sumber dari cibiran terhadapku, mungkin karena ada opnum yang tak menyukaiku diam2 membenciku mungkin atau iri padaku bisa jadi, hingga dia menyebarkan cibiran demi cibiran terhadapku. Aaah lelah sekali hidup yang memang bukan duniaku, memang aku sadari daflan ini bukanlah duniaku, di dunia ini aku hanya di takdirkan sebagai sosok yang mencari kawan, bukan mencari sesuatu yang lebih, mungkin seperti itu sehingga banyak yang begitu membinasakan aku.

Hidup sendiri dalam duniaku sekarang ini tidaklah mudah seperti membalikan telapak tangan. Mungkin berawal menjadi sosok tong sampah kemudian menjadi sosok sampah dan pembuang sampah. Jauh dari dunia yang sebenarnya. Aaah rasanya bukan kepalang kepalaku jika harus memikirkan tong sampah, sampah, dan pembuang sampah.
Daflan mungkin ada benarnya petuah orang tua tempo lalu kutemui di sebuah gubuk, ketika itu hujan dan aku berteduh di sebuah gubuk, di gubuk itu aku berjumpa dengan sosok orang tua, beliau bernama Sarimin.

 "Mau kemana ndok?", tanyanya
 "mau menyebrang di desa sebelah mbah", jawabku
"Wong hujan- hujan gini kok yo tetep nekat to ndok, air sungai kalo hujan gini naik loh, udah tutup juga penyebrangannya, pulang saja sana kembali ke rumah, makan pisang goreng dan wedang jahe mantap ndok" 
"hehehhe, iya mbah ada perlu di desa sebelah jemput kerabat mbah, udah janji ngak enak kalo ngak di tepati", jawabku santai 
"oalah ya masak kerabatnya ngak ngerti kalo lagi ujan toh nduk2, eh kamu tuh hati2 loh jangan terlalu baik sama orang, iya kalo orang yang kamu baiki itu akan baik juga sama kamu, hati2 loh ndok" 
"iya mbah,lagian ikhlas mah buat baik sama orang walau bukan orang yang di tolong bakal balik kebaikannya, pasti  bakal dapat dr orang lain kelak nanti mbah", jawab klasik, padahal pada realitanya beda teramat beda dah.
"yaa wis, tak doakan semoga kasih Tuhan akan selalu memberi kasih terhadap orang-orang sepertimu ndok, tapi ingat kurangi kebaikanmu pada semua orang, karena itu akan menjadi goresan luka yg susah di hilangkan ndok" 
"iya mbah" 
"Yaa wis, tak duluan ndok, semoga besok ketemu lagi ya"
"njih mbah"

Kau tau Daflan entah datang dari mana sosok orang tua itu, menasehatiku seolah-olah dia tau kehidupanku, seolah-olah dia adalah sutradara yang menjalankan kehidupanku. Heran aku sempat aku berfikir “waah orang yang sok tau”. Tapi kini aku berubah haluan soal omongan sosok orang tua itu. Membuatku berfikir lebih keras lagi tentang kebaikan, keterbukaan dalam menerima semua yang akan menjadi kawan dan mungkin akan menjadi pasangan. Gilaaaaa makin penasaran sebenarnya dengan sosok orangtua itu.

Bagaimana menurutmu Daflan, bila aku mulai mengurangi kebaikanku dan keterbukaanku terhadap orang-orang sekelilingku dengan kata lain benar-benar aku menyaring dan memilah. Akan terlihat sombong sih, tapi aku sungguh capek di binasakan oleh sosok-sosok yang sok tahu kehidupanku. Yaaah pasti kau tak setuju Daflan, aku juga tak suka menjadi sosok yang berpura-pura. Menjadi sosok tong sampah bukankah menyenangkan serta bumeram kehidupan untuk di dunia ini. Ah kepalaku semakin tegang jika memikirkan perihal tong sampah. Saat ini yang ku pikirkan bagaimana aku segera kembali di duniaku. Dunia yang terasingkan, dunia yang mengerti pola diriku. Dunia yang belum pernah membinasakanku, dunia yang tak menganggapku seperti TONG SAMPAH!!! 

; Alena


27 Okt. 16

Komentar

Postingan Populer