DURI LAMA
Daflan
bagaimana kabarmu, sudahkah kau di setubuhi angin terhempas lepas?
****
Daflan,
baru saja aku berjumpa kembali dengan mawar itu, sekian lama akhirnya aku
berjumpa secara tak sengaja dengannya. Aneh aku tak bisa menutupi raut wajahku
ketika melihatnya, rasa skit saat dia menusukan durinya tepat di pusat
kehidupanku 1 bulan lalu rasanya masih terasa yang teramat dalam. Di tambah
bunga-bunga di sekitarnya seperti menggodaku, entah sebenarnya yang dia rasakan
ketika tadi kami berjumpa, mungkin dia merasakan yang sama sepertiku atau tidak
sama sekali bisa jadi seperti itu. Aku tak banyak bicara dengannya, menjawab
seperlunya apa yang dia tanyakan, tidak untuk bertanya pada dia, takut duri itu
akan menusuk pusat kehidupanku lebih dalam. Kau tau Daflan dia menanyakanku
persoalan tempat makan, “tempat makanmu
masih denganku”, dan ku jawab, “oh
iya” (sambil bersalaman) saat itu aku sedikit tak mengubrisnya sebenarnya
karena aku sibuk menghubungi kawanku. Aku tak banyak bicara saat itu dengannya,
karena jujur aku takut makin di tusuk semakin dalam.
Malam
kian larut akupun bergegas pulang bersama rekan-rekanku, malam itu aku
berpamitan dengannya, aku berusaha bersikap biasa di hadapan semua orang, kami
bersalaman dan lagi-lagi dia menanyakan “mau
diambil ngak tempat bekelnya”, “
mmmmmhh boleh-boleh pak”. Aah ingin maki diri sendiri sebenarnya, karena
aku lemah tak bisa menutupi sakitnya tusukan durinya. Akhirnya ku bergegas
pulang diam tanpa kata sedikitpun. Yang lebih sakit sebenarnya adalah
lingkungannya yang menggoda, tawa mereka
mengandung makna terlebih ketika kami bersalaman, kami sempat saling
menebar senyum.
Tidak
berakhir dengan pertanyaannya itu Dalfan, kau tau begitu sesampainya aku di
kediamanku beraninya dia mengirim pesan melalui aplikasi line, aaahh sempat ku
mengerutu “kenapa harus ngeline sih astaga, kenapa harus sekarang, hilang dulu
sih kenapa?” malam itu dia menanyakan, mengapa kontak bbmku tidak ada di kontak
bbmnya, menurutku itu pertanyaaan yang tidak penting, “You Know- lah ya”,
dengan santenya ku balas saja “ ku hapus,
sebel sih”, lalu dia melontarkan pertanyaan yang sontak membuatku kaget
Daflan “sebel kenapa loh?” oh my god,
entah mempunyai perasaan atau tidak ketika dia bertanya seperti Daflan.
Entahlah berawal dari melihatnya bersama sosok bunga yang tak ku kenal, hingga
mempublikasikan sosok bunga itu, dan dia menanyakan kenapa denganku. Setelah
banyak harapan yang di tanamnya. Saat itu bisa di katakan bahwa kami bagai
kelopak dan mahkota bunga daflan, tahukan bagaimana sakitnya ketika duri itu
menancap di pusat kehidupanku. Ternyata tak semudah itu melunakan duri yang
tertinggal dalam tubuh.
Tapi
malam ini aku sedikit bangga dengan diriku Daflan aku bisa membedakan mana yang
menjadi tujuanku dan pribadiku. So, semoga kami bisa seperti dulu dan aku
terlepas dari cengkraman duri dan menjadi sosok bunga mawar kuning di mataku.
Apa aku terlalu berlebihan Daflan? Atau terlalu baik? Tidak bukan, tapi benar
duri itu masih amat terasa, ingin rasanya di matikan saja dengan durinya agar
kami seperti semula. Karena pada dasarnya aku tak suka keadaan seperti ini
Daflan.
Komentar
Posting Komentar